Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X diminta, saling membuka diri untuk memaafkan dan tidak melanjutkan perdebatan soal pemilihan atau penetapan gubernur, karena bisa menimbulkan gejolak sosial di tanah air.
Pengamat masalah sosial dan politik Papua Syamsuddin Mandja di Jayapura, Kamis [16/12] , mengatakan, pemerintah Indonesia dan rakyat Yogyakarta tidak perlu mengeluarkan energi sosial yang besar untuk memperdebatkan keistimewaan Yogyakarta, karena masih ada persoalan bangsa yang lebih mendesak perlu diselesaikan.Persoalan-persoalan itu, kata dia, misalnya penanganan korban bencana banjir bandang Wasior di Papua, tsunami di Mentawai, Gunung Merapi dan Bromo di Jawa, serta bencana lain seperti kemiskinan dan kelaparan di sejumlah daerah.
Pengurus DPD I Partai Golkar Provinsi Papua itu mengatakan, pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ada benarnya, demikian juga Sri Sultan Hamengku Buwono X, karena masing-masing memiliki landasan yuridis dan argumentasi masuk akal.
Dia mengatakan, Presiden SBY merujuk pada Undang-Undang Pemerintahan Daerah dan Sri Sultan merujuk pada aspek sejarah bangsa ini.
Menurut dia, rakyat Yogyakarta tidak perlu berlebihan menanggapi pernyataan Presiden SBY dengan mengumpat-umpat pemerintahan yang sah.
Kedua tokoh ini diminta saling memaafkan dan menyudahi perdebatan. Demikian pula para pengamat dan politisi, tidak perlu menafsirkan berlebihan, yang membuat suasana semakin panas.
Dia yakin, meskipun SBY adalah seorang Presiden tetap memiliki latar belakang kehidupan sebagai orang Jawa yang halus. Demikian pula Sri Sultan, sebagai seorang raja atau pemimpin bagi rakyatnya, dalam dirinya tetap terpatri rendah hati, sehingga pintu maaf, selalu terbuka diantara keduanya.
Saling memaafkan, lanjut dia, bobot ketokohan kedua pemimpin itu meningkat di mata rakyat, tidak hanya rakyat Yogyakarta, tetapi seluruh Indonesia.
Dia mengatakan, situasi di Pulau Jawa yang stabil dan kondusif, sangat berpengaruh terhadap suasana bangsa secara keseluruhan. Karena itu, perdebatan soal keistimewaan Yogyakarta yang bisa memicu gejolak sosial bagi bangsa ini, sebaiknya disudahi.
Para tokoh dan masyarakat Papua beserta rakyat di wilayah Indonesia bagian timur, lanjutnya, menghendaki situasi di Pulau Jawa tidak terseret ke dalam konflik, agar tidak berpengaruh terhadap wilayah lain.
Dengan menyudahi perbedaan pendapat, pemerintah lebih fokus mengurus persoalan lain dan energi bangsa bisa dialikan untuk hal-hal yang lebih positif bagi kemaslahatan masyatakat.